Kebutuhan dan Layanan Pendidikan bagi anak tunanetra


1. Kebutuhan Pendidikan
Kehilangan penglihatan menyebabkan anak tunanetra sulit dalam melakukan mobilitas, artinya sulit untuk bergerak , dari satu tempat ketempat lainnya yang diinginkan . Oleh karena itu, kepada mereka perlu diberikan suatu keterampilan khusus , agar dapat melakukan mobilitas dengan cepat , tepat dan aman bagi anak yang tergolong buta sisa penglihatannya tidak lagi digunakan untuk membaca huruf awas sehinga bagi mereka digunakan huruf Braille.
Adanya keterbatasaan tersebut diatas, menghambat anak tunanetra dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang awas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena memiliki hambatan maka selain membutuhkan layanan pendidikan umum sebagai mana halnya anak awas, anak tunanetra membutuhkan layanan khusus untuk merehabilitasi kelainannya.

2. Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra
Layanan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya sama dengan layanan pendidikan bagi anak awas hanya dalam teknik penyampaiannya disesuaikan dengan kemampuan dan ketidak mampuan atau karakteristik anak tunanetra.

a. Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi layanan umum dan layanan khusus.
ð Layanan umum
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut:
v Keterampilan
v Kesenian
v Olahraga
ð Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain sebagai berikut:
F latihan membaca dan menulis braille
F latihan penggunaan tongkat
F latihan orientasi dan mobilitas
F latihan visual/fungsional penglihatan

b. Tempat /Sistem Layanan
ð Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah berikut ini:
a) Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra (SLB bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri yang dikhususkan bagi anak tunanetra.
b) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksudkan disini berbeda dengan SDLB yang ada dalam kurikulum 1994. SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu jenis kelainan, yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa.
c) Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
ð Sekolah biasa/sistem integrasi.
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-PLB-an yang disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK),dan ruang bimbingan khusus untuk memberikan layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama dengan anak normal (awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat. Sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya yang menerima anak tunanetra (anak luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya, disebut sekolah terpadu. Apabila disekolah tersebut tidak terdapat bagi anak luar biasa maka secara otomatis sebutan sekolah terpadu tidak berlaku lagi (kembali disebut sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya). Melalui sistem pendidikan terpadu, anak tunanetra akan memperoleh keuntungan berikut:
a) Memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengenyam pendidikan bersama-sama dengan anak awas lainnya.
b) Kesempatan yang seluas-luasnya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi lingkungan dengan membiasakan diri berinteraksi dengan teman-temannya yang awas.
Bentuk keterpaduan dalam sistem pendidikan integrasi, sangat bervariasi. Kirk & Gallagher (1989:61-62) mengemukakan bentuk-bentuk keterpaduan/integrasi yang meliputi:
v Bentuk kelas biasa dengan guru konsultasi (regular classroom with consultant teacher)
v Kelas biasa dengan guru kunjungan (itinerant teacher)
v Kelas biasa dengan ruang sumber (resource room) atau ruang bimbingan khusus
v Kelas khusus (special class)

c. Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra adalah berikut ini:
1) Penempatan anak tunanetra
Dalam menempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
| Anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan guru dengan jelas.
| Memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memiliki tempat duduk yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya
| Anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif cerdas, agar terjadi proses saling membantu.
| Tidak diperkenankan dua anak tunanetra duduk berdekatan, agar lebih terintegrasi dengan anak awas.
2) Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki warna yang kontras. Pada alat peraga bahan cetakan, antara tulisan dan warna dasar kertas harus kontras.
3) Ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anaklow vision cukup mendapatkan cahaya/penerangan.


d. Strategi dan Media Pembelajaran
a) Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam proses pembelajaran, dapat digunakan berbagai macam strategi pembelajaran yang didasarkan pada pertimbangan tertentu, antara lain berikut ini:
1) Berdasarkan pertimbangan pengolahan pesan terdapat dua macam strategi pembelajaran, yaitu deduktif dan induktif.
2) Berdasarkan pihak pengolah pesan, terdapat dua strategi pembelajaran, yaitu ekspositorik dan heuristik.
3) Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru, ada 2 macam strategi, yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu (team teaching).
4) Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat strategi pembelajaran klasikal, kelompok kecil, dan individual.
5) Berdasarkan interaksi guru dan siswa, terdapat strategi pembelajaran tatap muka, dan melalui media.
Di samping strategi yang telah dijelaskan diatas, ada strategi lain yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunanetra, yaitu:
· Strategi individualisasi,
· Kooperatif, dan
· Modifikasi perilaku
Permasalahan dalam strategi pembelajaran anak tunanetra adalah bagaimana upaya guru dalam melakukan penyesuaian (modifikasi) terhadap semua komponen dalam proses pembelajaran sehingga pesan maupun pengalaman pembelajaran menjadi sesuatu yang dapat diterima/ditangkap oleh anak tunanetra melalui indera-indera yang masih berfungsi, yaitu indera pendengaran, perabaan, pengecapan, serta sisa penglihatan (bagi anak low vision).
Permasalahan lainnya adalah bagaimana guru membiasakan dan melatih indera yang masih berfungsi pada anak tunanetra agar lebih peka dalam menangkap pesan pembelajaran.
Agar lebih mudah melakukan modifikasi dalam strategi pembelajaran anak tunanetra, guru harus memahami prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran anak tunanetra, yaitu sebagai berikut.
(1) Prinsip individual
Prinsip individual, mempunyai pengertian bahwa dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu.
(2) Prinsip kekonkretan/pengalaman penginderaan langsung
Prinsip ini mempunyai pengertian bahwa strategi pembelajaran yang digunakan guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya.
(3) Prinsip totalitas
Prinsip ini mempunyai pengertian bahwa strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus memungkinkan anak tunanetra memperoleh pengalaman objek atau setuasi secara total atau menyeluruh.
(4) Prinsip aktivitas mandiri (self activity)
Prinsip ini mempunyai pengertian bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk belajar secara aktif dan mandiri. Dengan demikian, guru berfungsi sebagai fasilitator, yang membantu kemudahan siswa belajar dan motivasi, yang membangkitkan motivasi anak untuk belajar.
b) Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan komponen yang tidak dapat dilepaskan dari suatu proses pembelajaran karena keberhasilan proses pembelajaran tersebut, salah satunya ditentukan oleh penggunaan komponen ini.
Menurut fungsinya, media pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut.
· Media yang berfungsi untuk memperjelas penanaman konsep, yang sering disebut sebagai alat peraga.
· Media yang berfungsi untuk membantu kelancaran proses pembelajaran itu sendiri yang sering disebut sebagai alat bantu pembelajaran.
Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunanetra.
1) Alat peraga
a) Objek atau situasi yang sebenarnya.
Contohnya, objek yang sebenarnya: tumbuhan dan hewan asli/sebenarnya.
b) Benda asli yang diawetkan, contohnya binatang yang diawetkan.
c) Tiruan (model), yang terdiri dari model tiga dimensi dan dua dimensi.
· Model/tiruan 3 dimensi memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi (memiliki volume) sehingga bentuknya hampir sama dengan objek sebenarnya, akan tetapi sifat substansi, permukaan, dan ukuran ada kemungkinan tidak sama.
· Model dua dimensi, yaitu dimensi panjang dan lebar.
2) Alat bantu pembelajaran
Alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan oleh anak tunanetra, antara lain berikut ini.
§ Alat bantu untuk baca-tulis,
§ Alat bantu untuk membaca (bagi anak low vision),
§ Alat bantu berhitung,
§ Alat bantu audio yang sering digunakan oleh anak tunanetra.

e. Evaluasi
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra, pada dasarnya sama dengan yang dilakukan terhadap anak awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada anak tunanetra, tidak mengandung unsur-unsur yang memerlukan persepsi visual. Contohnya anda tidak dapat menanyakan tentang warna kepada anak tunanetra karena warna hanya dapat diperoleh melalui persepsi visual.
§ Soal yang diberikan kepada anak tunanetra yang tergolong buta, hendaknya dalam bentuk huruf braille, sedangkan bagi anak low vision dapat menggunakan huruf biasa yang ukurannya disesuaikan dengan kemampuan penglihatannya.
§ Anda harus bersifat objektif dalam mengevaluasi pencapaian prestasi belajar anak tunanetra atau memberikan penilaian yang sesuai dengan kemampuan.
§ Waktu pelaksanaan tes bagi anak tunanetra, hendaknya lebih lama dibandingkan dengan pelaksanaan tes untuk anak awas.
Share on Google Plus

0 komentar: